Bab 1
Perkenalkan namaku Silvia Okt. Aku bahkan tak berniat
memperkenalkan namaku sebenarnya kepada kalian. Jujur, alasan utamanya adalah
aku tak mampu menaruh maluku ketika kau menertawaiku setelah mengetahui arti
yang sebenarnya. Kata ibuku, Silvia berarti
gadis hutan. Hampir kupastikan kau akan membayangkan aku sebagai salah
satu tokoh utama wanita dalam film Tarzan. Dan Jane memiliki pasangan bernama
Tarzan─lelaki yang memiliki kehidupan yang jauh dari hingar-bingar kota. Sampai
di situ saja, aku tak berharap kau akan menyamakan pasanganku seperti makhluk
hutan. Sungguh, aku akan meyakinkan kau mati-matian bila itu terjadi, bahwa aku
tak pandai bergelantungan dari suluran akar satu ke akar lain. Aku sama sekali
bukan seperti itu.
Namun, bila kau terlalu merasa nama itu tak sama sekali
ikut andil dalam perbentukan watak dan kepribadianku itu salah besar. Atau
mungkin suatu kebetulan menjadi hal yang mutlak dalam suatu kejadian, aku tak
tahu. Sejauh ini, aku tidak pernah memusingkan alasan-alasan atau
penyebab-penyebab terbentuknya kejadianku. Selama ini aku meyakini, aku
bukanlah satu-satunya.
Aku tak ingat sumber itu berasal dari mana, yang menjadi
cikal bakal keyakinanku bahwa entah di dunia belahan mana pun, percayalah, kau
terlahir dengan memiliki kembaran yang sama-sama persis denganmu. Yang
kukatakan itu berupa fisik, tapi aku tidak bertanggung jawab atas sumber yang
menyatakan berikut juga kepribadian. Aku tak bisa membayangkan seandainya kau
diberikan waktu atau tanpa sengaja bertemu dengan kembaranmu. Apa yang akan kaulakukan
saja tak bisa terpikirkan apalagi
mengobrol bersama.
Omong-omong tentang gadis hutan, rupanya paling
sedikitnya kepribadianku memiliki refleksi seperti itu. Kadang-kadang, aku harus
menyempatkan waktu terbaikku untuk menyendiri seperti diibaratkan hutan yang
sepi dan tenang. Tidak cukup lama sampai membuatmu meninggalkanku karena merasa
terabaikan. Tapi beberapa menit kemudian, aku bisa lebih girang dari sebelumnya
bahkan tak ada alasan bagiku untuk melanjutkan waktu nyepiku. Setelahnya kau
dapat mengerutkan dahi dan berpikir untuk menarik kesimpulan yang singkat bahwa
sistem kerja perasaanku menggunakan metode fluktuasi atau naik turun. Yang
ingin kukatakan padamu, maksudnya adalah labil.
Aku bukan orang yang tidak memiliki semangat, terutama mempertimbangkan
kenyataan bahwa aku masih konsisten dalam hobiku menulis atau semacamnya meski
aku belum mendapatkan apresiasi yang lebih pada karyaku. Tapi tak jarang pula,
aku gagal telak yang menyebabkan aku sulit bangkit. Ingat! sulit bangkit bukan
berarti aku tidak bangkit. Dan bisa dipastikan aku memerlukan waktu cukup lama
untuk mengobati kekecewaanku.
Dengan sikapku seperti itu, aku merasa kesulitan menahan
perasaan yang hendak keluar. Dalam hal ini, aku tidak bisa menjaga mimik yang
seharusnya bisa menahan waktu yang lebih tepat kapan aku bisa marah, sedih atau
menangis. Bahkan aku bisa menangis di antara keramaian dalam mall sesaat aku
menyadari aku kehilangan ponsel bututku. Aku tidak peduli berapa pun harganya
hingga membentuk opini publik yang mencengangkanku, bahwa tindakan yang
kulakukan semata-mata karena aku terlalu pelit. Aku tidak mempermasalahkan
mereka mengatakan apa pun tentangku, namun aku hanya menyampaikan fakta yang
sebenarnya dan ini bukanlah pembelaan bahwa aku memiliki prinsip, “Sekecil apa
pun yang diberikan Tuhan jangan sia-siakan.” Sebagai orang yang memiliki
prinsip kuat, aku merasa bersalah telah melalaikan pemberian Tuhan.
Buatku, prinsip sangat penting yang menjadi bahan
pertimbanganku memutuskan sesuatu. Prinsip yang tidak kalah penting adalah
sangat pantang bagiku menerima segala bentuk apa pun dari seseorang yang meski
hanya benda kecil berupa pena sekalipun. Dengan demikian, kau bisa menilai
sendiri apakah aku menyimpan benda berharga dari seseorang? Kau juga bisa tahu
apakah aku memiliki kepribadian yang sama seperti kebanyakan orang?
Ibuku bilang, aku anak aneh. Dan untuk pertama kalinya ia
menyesalkan pemberian nama gadis hutan yang ia pikir menjadi satu-satunya
penyebab berpengaruh pada kepribadianku. Kau harus mencatat bagian penting ini,
aku tidak pandai bergaul. Kau bisa dengan mudah menghitung jumlah temanku, yang
aku juga tidak merasa yakin apakah mereka juga menganggapku teman. Aku seorang introvert yang sangat tertutup. Kau
tidak akan menemukanku menghabiskan waktu berjam-jam di mall dengan temanku.
Atau mungkin, kau tidak akan menemui aku makan bersama di sebuah resto lesehan.
Dan kalau pun kemungkinan aku mau berkumpul bersama mereka dan itu tidak lebih
di dalamnya aku merasa sebagai orang asing. Aku tidak bisa mendengar percakapan
mereka dengan jelas dan aku tidak merasa yakin apakah aku nyaman di tempat itu.
Sepulangnya dari perkumpulan itu aku mencatat hal penting bahwa aku memang
berbeda. Tapi aku tidak bisa mengatakan bahwa aku senang dengan keadaanku seperti
ini dan sesekali semacam perasaan galau menghantuiku. Dan aku tidak bisa
mendefinisikan perasaan galau itu terhadapmu, terutama mengingat aku anak aneh.
Ibu selalu memaksaku untuk ikut dengannya dalam acara
keluarga besar. Hampir setahun ini telah berjalan arisan keluarga yang dipilih
setiap bulannya. Lima bulan yang lalu, rumahku mendapatkan kebagian untuk
dikunjungi. Meski bersama, kami satu sama lain bukan famili-famili yang cukup
tenar di telinga, mengingat arisan ini salah satu alasannya memang untuk
memperkenalkan saudara-saudara jauh. Dari gelagatnya, aku tahu setelah selesai
acara aku habis-habisan diceramahi ibu, ia tidak betah melihatku terkesan kaku
di antara mereka. Sementara, banyak anak-anak mereka yang seusiaku sudah asyik
memulai percakapan dan membentuk perkumpulannya tersendiri, sedangkan aku masih
nyaman bergelayut di posisi sebelah ibuku dan mendengar percakapan golongan tua
selain mengangguk dan ikut tertawa. Aku tak akan bicara bila tak dibutuhkan,
dalam artian, aku bicara seperlunya saja. Ibu sama sekali tak membicarakan aku,
mungkin ia terlanjur malu.
Karena itu, aku berani bersumpah meski ibu memohon
kepadaku, aku sudah terlanjur menarik keputusan untuk tidak lagi mengikuti
acara apa pun yang diadakan keluarga besar. Tentu saja, ada aku atau tanpa aku
tidak sama sekali berpengaruh, acara tersebut akan tetap berlangsung─seperti
itulah yang kukatakan pada ibu, meski tidak persis begitu. Aku bukan orang yang
rela menyenangkan orang bila aku sendiri tersiksa di dalamnya.
Mengenai ibu, ia salah satu yang berpengaruh besar
terhadap kepribadianku. Meski aku mengalami kesulitan dalam berkomunikasi di
luar, namun aku tidak menemukan kesulitan berarti dalam berkomunikasi dengan
keluarga intiku. Bahkan aku dengan tegas mengutarakan apa pun yang membuatku
harus bicara dan aku dapat berbicara apa saja mengenai apa pun yang ingin
kusampaikan. Dan itu jauh perbedaannya saat aku di luar. Hal ini yang membuatku
semakin percaya, aku memang benar-benar aneh.
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar