Rabu, 22 Agustus 2012

Namaku Vie 2




Bab 1
            Perkenalkan namaku Silvia Okt. Aku bahkan tak berniat memperkenalkan namaku sebenarnya kepada kalian. Jujur, alasan utamanya adalah aku tak mampu menaruh maluku ketika kau menertawaiku setelah mengetahui arti yang sebenarnya. Kata ibuku, Silvia berarti  gadis hutan. Hampir kupastikan kau akan membayangkan aku sebagai salah satu tokoh utama wanita dalam film Tarzan. Dan Jane memiliki pasangan bernama Tarzan─lelaki yang memiliki kehidupan yang jauh dari hingar-bingar kota. Sampai di situ saja, aku tak berharap kau akan menyamakan pasanganku seperti makhluk hutan. Sungguh, aku akan meyakinkan kau mati-matian bila itu terjadi, bahwa aku tak pandai bergelantungan dari suluran akar satu ke akar lain. Aku sama sekali bukan seperti itu.
        Namun, bila kau terlalu merasa nama itu tak sama sekali ikut andil dalam perbentukan watak dan kepribadianku itu salah besar. Atau mungkin suatu kebetulan menjadi hal yang mutlak dalam suatu kejadian, aku tak tahu. Sejauh ini, aku tidak pernah memusingkan alasan-alasan atau penyebab-penyebab terbentuknya kejadianku. Selama ini aku meyakini, aku bukanlah satu-satunya.
            Aku tak ingat sumber itu berasal dari mana, yang menjadi cikal bakal keyakinanku bahwa entah di dunia belahan mana pun, percayalah, kau terlahir dengan memiliki kembaran yang sama-sama persis denganmu. Yang kukatakan itu berupa fisik, tapi aku tidak bertanggung jawab atas sumber yang menyatakan berikut juga kepribadian. Aku tak bisa membayangkan seandainya kau diberikan waktu atau tanpa sengaja bertemu dengan kembaranmu. Apa yang akan kaulakukan saja tak bisa  terpikirkan apalagi mengobrol bersama.
            Omong-omong tentang gadis hutan, rupanya paling sedikitnya kepribadianku memiliki refleksi seperti itu. Kadang-kadang, aku harus menyempatkan waktu terbaikku untuk menyendiri seperti diibaratkan hutan yang sepi dan tenang. Tidak cukup lama sampai membuatmu meninggalkanku karena merasa terabaikan. Tapi beberapa menit kemudian, aku bisa lebih girang dari sebelumnya bahkan tak ada alasan bagiku untuk melanjutkan waktu nyepiku. Setelahnya kau dapat mengerutkan dahi dan berpikir untuk menarik kesimpulan yang singkat bahwa sistem kerja perasaanku menggunakan metode fluktuasi atau naik turun. Yang ingin kukatakan padamu, maksudnya adalah labil.
            Aku bukan orang yang tidak memiliki semangat, terutama mempertimbangkan kenyataan bahwa aku masih konsisten dalam hobiku menulis atau semacamnya meski aku belum mendapatkan apresiasi yang lebih pada karyaku. Tapi tak jarang pula, aku gagal telak yang menyebabkan aku sulit bangkit. Ingat! sulit bangkit bukan berarti aku tidak bangkit. Dan bisa dipastikan aku memerlukan waktu cukup lama untuk mengobati kekecewaanku.
            Dengan sikapku seperti itu, aku merasa kesulitan menahan perasaan yang hendak keluar. Dalam hal ini, aku tidak bisa menjaga mimik yang seharusnya bisa menahan waktu yang lebih tepat kapan aku bisa marah, sedih atau menangis. Bahkan aku bisa menangis di antara keramaian dalam mall sesaat aku menyadari aku kehilangan ponsel bututku. Aku tidak peduli berapa pun harganya hingga membentuk opini publik yang mencengangkanku, bahwa tindakan yang kulakukan semata-mata karena aku terlalu pelit. Aku tidak mempermasalahkan mereka mengatakan apa pun tentangku, namun aku hanya menyampaikan fakta yang sebenarnya dan ini bukanlah pembelaan bahwa aku memiliki prinsip, “Sekecil apa pun yang diberikan Tuhan jangan sia-siakan.” Sebagai orang yang memiliki prinsip kuat, aku merasa bersalah telah melalaikan pemberian Tuhan.
            Buatku, prinsip sangat penting yang menjadi bahan pertimbanganku memutuskan sesuatu. Prinsip yang tidak kalah penting adalah sangat pantang bagiku menerima segala bentuk apa pun dari seseorang yang meski hanya benda kecil berupa pena sekalipun. Dengan demikian, kau bisa menilai sendiri apakah aku menyimpan benda berharga dari seseorang? Kau juga bisa tahu apakah aku memiliki kepribadian yang sama seperti kebanyakan orang?
            Ibuku bilang, aku anak aneh. Dan untuk pertama kalinya ia menyesalkan pemberian nama gadis hutan yang ia pikir menjadi satu-satunya penyebab berpengaruh pada kepribadianku. Kau harus mencatat bagian penting ini, aku tidak pandai bergaul. Kau bisa dengan mudah menghitung jumlah temanku, yang aku juga tidak merasa yakin apakah mereka juga menganggapku teman. Aku seorang introvert yang sangat tertutup. Kau tidak akan menemukanku menghabiskan waktu berjam-jam di mall dengan temanku. Atau mungkin, kau tidak akan menemui aku makan bersama di sebuah resto lesehan. Dan kalau pun kemungkinan aku mau berkumpul bersama mereka dan itu tidak lebih di dalamnya aku merasa sebagai orang asing. Aku tidak bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas dan aku tidak merasa yakin apakah aku nyaman di tempat itu. Sepulangnya dari perkumpulan itu aku mencatat hal penting bahwa aku memang berbeda. Tapi aku tidak bisa mengatakan bahwa aku senang dengan keadaanku seperti ini dan sesekali semacam perasaan galau menghantuiku. Dan aku tidak bisa mendefinisikan perasaan galau itu terhadapmu, terutama mengingat aku anak aneh.
            Ibu selalu memaksaku untuk ikut dengannya dalam acara keluarga besar. Hampir setahun ini telah berjalan arisan keluarga yang dipilih setiap bulannya. Lima bulan yang lalu, rumahku mendapatkan kebagian untuk dikunjungi. Meski bersama, kami satu sama lain bukan famili-famili yang cukup tenar di telinga, mengingat arisan ini salah satu alasannya memang untuk memperkenalkan saudara-saudara jauh. Dari gelagatnya, aku tahu setelah selesai acara aku habis-habisan diceramahi ibu, ia tidak betah melihatku terkesan kaku di antara mereka. Sementara, banyak anak-anak mereka yang seusiaku sudah asyik memulai percakapan dan membentuk perkumpulannya tersendiri, sedangkan aku masih nyaman bergelayut di posisi sebelah ibuku dan mendengar percakapan golongan tua selain mengangguk dan ikut tertawa. Aku tak akan bicara bila tak dibutuhkan, dalam artian, aku bicara seperlunya saja. Ibu sama sekali tak membicarakan aku, mungkin ia terlanjur malu.
            Karena itu, aku berani bersumpah meski ibu memohon kepadaku, aku sudah terlanjur menarik keputusan untuk tidak lagi mengikuti acara apa pun yang diadakan keluarga besar. Tentu saja, ada aku atau tanpa aku tidak sama sekali berpengaruh, acara tersebut akan tetap berlangsung─seperti itulah yang kukatakan pada ibu, meski tidak persis begitu. Aku bukan orang yang rela menyenangkan orang bila aku sendiri tersiksa di dalamnya.
            Mengenai ibu, ia salah satu yang berpengaruh besar terhadap kepribadianku. Meski aku mengalami kesulitan dalam berkomunikasi di luar, namun aku tidak menemukan kesulitan berarti dalam berkomunikasi dengan keluarga intiku. Bahkan aku dengan tegas mengutarakan apa pun yang membuatku harus bicara dan aku dapat berbicara apa saja mengenai apa pun yang ingin kusampaikan. Dan itu jauh perbedaannya saat aku di luar. Hal ini yang membuatku semakin percaya, aku memang benar-benar aneh. 



0 komentar:

Posting Komentar

temukan peluang emas